BETULKAH TUNANGAN ME-LEGAL-KAN PACARAN.?
Oleh : Ach. Muzayyin
Globalisasi yang mempengaruhi dihampir semua
sektor, mulai dari industri, technologi, komunikasi, transportasi, sosial,
ekonomi, budaya dan sebagainya. Ketergantungan terhadap alat-alat atau produksi
hasil globalisasi tidak bisa di elakkan dan dihindari lagi. Dunia luas semakin
sempit dengan adanya telekomunikasi yang semakin canggih. Perjalanan yang
semakin cepat ditempuh, ekonomi yang semakin maju dan berkembang, komunikasi
yang semakin tidak ada jarak dan kebudayaan yang semakin lentur dan hilang dari
tatanan sosial masyarakat. Adalah merupakan bukti semakin pesat dan maju serta
berkembangnya globalisasi.
Selain
mempengaruhi sektor ekonomi, indusrti, transportasi, komunikasi dan technologi,
ternyata globalisasi telah mampu menggerus dan menghilangkan budaya-budaya yang
mapan dan sesuai dengan adat ketimuran khususnya Pulau Seribu Pesantren
(Madura). Kalau dulu, orang-orang khususnya para remaja takut untuk
berkomunikasi dan berhubungan dengan lawan jenis, karena nilai-nilai agama yang
masih kental dan kokoh. Malu dan takut untuk berjalan dan berbicara berduaan
ditempat sepi dan gelap, karena mempertahankan keimanan. Kalau dulu, wanita
yang sudah bertunangan malu dan menghindar bila tunangannya berkunjung
kerumahnya, karena takut akan hal-hal negatif dan pandangan miring dari orang
lain. Orang tua yang betul-betul hati-hati dan menjaga anak-anaknya dari
hal-hal negatif yang menyimpang dari agama, karena mengamalkan syariat Islam.
Karena
memang komunikasi belum ada kemajuan dan bahkan tidak ada, orang yang
bertunangan hanya bisa bertemu disaat-saat hari besar saja, seperti Idul Fitri
dan Idul Adha. Dan kalaupun bertemu, pertemuan itu selalu dalam pengawasan
orang tua, sehingga hal-hal negatif sangat tidak mungkin terjadi. Bahkan, ada
tradisi yang apabila tunangan pria kerumah si gadis, gadis akan mencari cara
untuk tidak bertemu dengan tunangannya. Bukan karena si gadis tidak suka atau
benci pada tunangannya, tetapi karena kokohnya dan konsistennya iman dan Islam
si gadis. Sekarang berbeda dengan zaman dulu yang dianggap zaman primitif dan zaman
tertinggal oleh para remaja khususnya remaja yang mulai dan sangat terpengaruh
oleh majunya globalisasi. “Lain air lain pula ikannya”. Itulah kata-kata
yang begitu eksis dan populer dikalangan remaja.
Dalam
ajaran Islam tidak ada istilah tunangan, yang ada hanyalah Khitbah yaitu
pinangan. Pinangan adalah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan
dilaksanakan. Dan, pinangan dalam ajaran Islam memiliki koridor atau garis
rambu-rambu yang sesuai dengan tuntunan agama Islam. Tuntunan itu, ialah hanya
dibolehkannya bagi lelaki yang ingin meminang gadis yang sesuai dengan tuntunan
agama dan dicintainya melihat dua anggota badan si gadis, yaitu muka dan kedua telapak
tangan si gadis, selebihnya dilarang bahkan haram dalam ajaran Islam.
Selain
itu, dalam meminang gadis perawan (Bikr) seorang lelaki harus mengetahui
terlebih dahulu apakah gadis yang ingin dipinang sudah dipinang orang lain apa
belum?. Karena Islam mengajarkan, bahwa seorang lelaki
dilarang meminang perawan yang sudah dipinang oleh orang lain. Hal ini, selain
untuk faktor ajaran Islam juga karena faktor persaudaraan dalam agama Islam.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW
bersabda, “Tidak diperbolehkan bagi seorang lelaki meminang seorang wanita
yang telah dipinang saudaranya sehingga pinangannya dibatalkan”. Jadi,
syariat Islam melarang meminang wanita yang sudah dalam pinangan.
Apabila
meminang wanita yang telah dipinang dilarang dalam Islam, lalu bagaimana dengan
seorang yang merebut tunangan orang lain sehingga tunangan tersebut putus?.
Islam telah melarang meminang wanita yang telah dipinang orang lain apalagi
merebut tunangan orang yang telah nyata resmi sudah terjalin ikatan antara
kedua belah pihak. Hal ini juga dikokoh oleh jumhur ulama yang diantaranya
ialah Imam Syafi’ie.
Dan
Islampun mengatur bagaimana tatacara meminang seorang wanita, Islam mengatur
hubungan antara dua orang yang telah menjadi tunangan sehingga tetap dijalur
syariat Islam. Orang telah bertunangan hanya mengikat sebuah kesepakatan bahwa
wanita itu milik si lelaki dan lelaki telah menjadi milik si wanita. Meskipun
keduanya belum resmi menjadi sepasang suami istri. Oleh karena belum resmi
menjadi suami istri maka antara keduanya dilarang saling pegangan, saling
pelukan, saling ciuman, apalagi melakukan hubungan layaknya suami istri.
Indonesia
khususnya Madura sangat berpegang teguh dengan ajaran Islam dan adat ketimuran,
sehingga apabila melihat lelaki dan wanita berduaan di suatu tempat, maka
keduanya akan menjadi buah bibir masyarakat dan ditegurnya. Selain itu, orang
tua keduanya juga menjadi sasaran masyarakat dan dinilai sebagai orang tua yang
tidak benar dalam mendidik dan mengajarkan anaknya. Membiarkan anaknya jatuh
dalam gumangan dosa, serta anak dan orang tuanya di cap oleh masyarakat sebagai
keluarga yang tidak bermoral, tidak berakhlak dan tidak mengamalkan ajaran
Islam.
Itu
dahulu, sekarang sudah zaman globalisasi semua telah berubah dan masyarakat
harus menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan globalisasi. Tunangan
tidak lagi trendy dikalangan remaja-remaja Indonesia, mereka sudah terpengaruh
gaya hidup ala Dunia Barat. Menurut mereka tunangan hanya mengungkung kehidupan
dan memasung kebebasan. Maka, untuk melejitkan dan memuaskan kehidupan dan
nafsu mereka, pacaran adalah jalan yang terbaik dan harus dilakukan dari pada
tunangan. Sehingga muncul asumsi dikalangan remaja, mumpung masih muda mari
gunakan dengan hidup mewah dan gaul. Dan sebagian remajapun memilih hidup
sebagai play boy (banyak cewek) dan play girl (banyak cowok) untuk memanjakan
nafsunya, Na’udzubillah.
Hidup
cuma sekali, kapan lagi begini kalau bukan sekarang, kata-kata yang tidak
asing lagi ditelinga. Dan membuat agamawan, intelektual dan para orang tua
miris mendengarnya. Apalagi, mereka beranggapan bahwa lelaki yang tidak punya
pacar atau cuma punya satu pacar dianggap tidak gentleman. Itu kata remaja yang
pikiran dan hidupnya telah dicuci ala hidup Dunia Barat, yang tentunya berbeda
dengan remaja Islam yang tetap mempertahankan Iman, Islam dan Ihsan.
Sekarangpun
muncul asumsi yang berbeda, pacaran sudah dianggap tidak memiliki kebebasan
apalagi di Pulau Madura yang tetap memegang teguh ajaran Islam dan adat
ketimuran. Karena pacaran tidak lazim dan kalau pacaran harus dilakukan secara
sembunyi-sembunyi (pitak-umpet) antara anak, orang tua, dan masyarakat.
Sehingga kebebasanpun tidak bebas, tidak leluasa untuk membawa pacar kemana
saja, tidak bebas berbicara berduaan dengan pacar, tidak bebas jalan-jalan
berduaan, pokoknya larangan begitu banyak. Akhirnya, mereka memilih tunangan
dengan gadis atau lelaki yang dianggap cakep, cantik, gaul, seksi, ber-uang dan
wah, pokoknya ngetop.
Dengan
tunangan itulah, sang tunangan pria bisa kapan saja menjemput dan mengantar
tunangan perempuan. Bisa leluasa masuk keluar rumah tanpa ada rasa malu, bisa
berduaan dengan si wanita kapanpun dan dimanapun pria mau, bisa membawa
tunangan kemana saja tanpa mengenal waktu. Tanpa ada rasa takut lagi kepada
orang tua maupun masyarakat karena sudah merasa tunangannya. Dan akhirnya,
perbuatan merekapun lebih parah daripada orang pacaran pegangan, pelukan,
ciuman dan bahkan berhubungan layaknya suami-istri sudah tidak lagi mereka
pedulikan. Orang tuapun merasa aman, tentaram dan damai karena anaknya berjalan
dengan tunangannya tanpa ada rasa khawatir sedikitpun meski sering pulang
malam.
Maka,
tidak heran jika akhir-akhir ini banyak gadis yang hamil diluar nikah dan
terpaksa dinikahkan oleh orang tuanya dalam keadaan hamil. Alasannya, malu
menanggung ‘aib dan takut dikucilkan oleh masyarakat. Dan akhirnya, menikahnya
baru berusia tiga bulan sedangkan kandungan sudah empat bulan atau lebih. Maka,
untuk membendung semua itu, kesadaran orang tua dan para remaja sangat
diperlukan, bahwa pacaran tidak diperbolehkan dalam Islam. Dan status gadis
yang telah menjadi tunanganpun tetap sebagai perempuan lain (ajnabiyah) yang
hubungannya masih diharamkan dalam Islam sebelum pernikahan dilaksanakan. Islam
sudah mewanti-wanti pemeluknya dengan firman Allah, “dan janganlah kamu
mendekati zina, karena sesungguhnya zina adalah perbuatan keji”. Jadi,
mendekati saja sudah dilarang dalam Islam apalagi melakukannya. Wallahu
a’lam.
Di Lingkar Pena Pers OMIS MAD
Q Tuangkan Karya Ini
Q Tuangkan Karya Ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar