KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirot Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat sehingga kami (penulis) bisa menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“karakter Studi Islam”.
Sholatan wasalaman semoga tetap tercurahkan kepada beliau
Muhammad Ibnu Abdillah yang telah mengangkis kita semua dari alam kebodohan
menuju lautan ilmu seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Kami (penulis) mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut andil membantu demi terselesainya makalah ini, dan kepada
dosen pembimbing kami Bpk. Achmad Ainur Ridho, M.Si.
Sebagai umat manusia, yang tidak mungkin luput dari yang
namanya salah, untuk itu kami (penulis) mohon maaf apabila ada kesalahan baik
dalam tulisan maupun dalam susunan.
sekaligus
harapan kami (penulis) semoga makalah ini bermanfaat dan juga bisa di
implementasikan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Dan kami (penulis) mohon
juga kesedian para pembaca untuk sudi kiranya memberikan kritik dan saran, dengan tujuan agar lebih baik lagi dalam
penyusunan makalah berikutnya.
Pamekasan, 28 Oktober
2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR
ISI................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3
Tujuan Pembahasan..........................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Studi Al-Qur’an.................................................................................
2
B.
Studi Hadits.......................................................................................
7
C.
Studi Hukum Islam............................................................................
9
D.
Studi Sejarah Islam..........................................................................
12
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.....................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat di
Indonesia mayoritas masyarakatnya muslim dan merupakan penduduk muslim terbesar
di dunia, tetapi terdapat karakter-karakter anak didik maupun masyarakat indonesia yang
tidak sesuai dengan pendidikan islam. Pemerintah indonesia
pun kurang mengetahui dan memahami tentang pentingnya pendidikan islam terhadap
masyarakat indonesia.
Maka kami akan mencoba untuk menela’ah sekaligus membahas akan pentingnya
pendidikan islam di masyarakat Indonesia,
agar tercipta anak- anak didik atau masyarakat yang memegang teguh sekaligus
mengajarkan karakter-karakter islam sesuai dengan karakter islam yang
sesungguhnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka pembahasan makalah ini akan difokuskan pada
masalah-masalah sebagai berikut:
- Apakah Studi Al-Qur’an itu?
- Apakah Studi Hadits itu?
- Apakah Studi Hukum Islam itu?
- Apakah Studi Sejarah islam itu?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembahasan pada
makalah ini adalah sebagai berikut
- Mengetahui dan memahami tentang Studi Al-Qur’an
- Mengetahui dan memahami tentang Studi Hadits
- Mengetahui dan memahami tentang Studi Hukum Islam
- Mengetahui dan memahami tentang Studi Sejarah Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Studi
Al-Qur’an
a) Secara
Bahasa (Etimologi)
Al-Qur’an merupakan bahasa Arab
yang dalam ilmu nahwu dikenal dengan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a
(قرأ)
yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a
(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa
Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan
(غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah
mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw
(yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia
adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’un (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia
mengumpulkan/mengoleksi sejarah-sejarah, berita-berita dan hukum-hukum.
firman Allah
salam surat
Al-Qiyamah, ayat 17-18:
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya
itu.
b) Menurut Syari’at (Terminologi)
Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada
Rasul-Nya sekaligus penutup para Nabi-Nya, yakni Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam, melalui malaikat jibril yang disampaikan secara mutawatir. Al-Qur’an ditulis dalam
bentuk Mushaf dan membacanya adalah ibadah. yang intinya bahwasanya
Al-Qur’an adalah kalamullah, firman Allah ta’ala. Ia bukanlah
kata-kata manusia. Bukan pula kata-kata jin, syaithan atau malaikat. Ia sama
sekali bukan berasal dari hasil pikiran makhluk, bukan syair, bukan sihir,
bukan pula produk kontemplasi atau hasil pemikiran filsafat manusia. Hal ini
ditegaskan oleh Allah ta’ala dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4:
$tBur ß,ÏÜZt Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÓórur 4Óyrqã ÇÍÈ
dan Tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Adapun Tentang kesucian dan keunikan Al-Qur’an ini perhatikanlah
kesaksian objektif Abul Walid seorang jawara sastra pada masa Nabi saw: berkata
“Aku belum pernah mendengar kata-kata yang seindah itu. Itu bukanlah syair,
bukan sihir dan bukan pula kata-kata ahli tenun. Sesungguhnya Al-Qur’an itu
ibarat pohon yang daunnya rindang, akarnya terhujam ke dalam tanah. Susunan
kata-katanya manis dan enak didengar. Itu bukanlah kata-kata manusia, ia tinggi
dan tak ada yang dapat mengatasinya.” Demikian pernyataan Abul Walid.
Adapun Isi Pokok
Ajaran Al Qur’an adalah sebagai berikut:
a)
Aqidah
Aqidah
merupakan sebuah ilmu yang berisi tentang ajaran kepercayaan yang wajib
dimiliki oleh seluruh umat manusia di dunia. Dalam Al-Qur’an, semua ajaran
untuk mempercayai dan berkeyakinan terhadap Allah SWT di jelaskan secara
tersurat dan tersirat di dalamnya, barang siapa yang inkar terhadap ajaran
Al-Qur’an maka dihukumi kafir.
Adapun Ayat yang menjelaskan tentang Aqidah
terdapat pada QS. Ali Imran : 118, sebagai berikut :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#räÏGs? ZptR$sÜÎ/ `ÏiB öNä3ÏRrß w öNä3tRqä9ù't Zw$t6yz (#rur $tB ÷LêÏYtã ôs% ÏNyt/ âä!$Òøót7ø9$# ô`ÏB öNÎgÏdºuqøùr& $tBur Ïÿ÷è? öNèdârßß¹ çt9ø.r& 4 ôs% $¨Y¨t/ ãNä3s9 ÏM»tFy$# ( bÎ) ÷LäêZä. tbqè=É)÷ès? ÇÊÊÑÈ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu
orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya
(menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu.
telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat
(Kami), jika kamu memahaminya.
b)
Ibadah
Ibadah menurut ahli Fuqoha yaitu segala bentuk pengabdian dan ketaata
yang dilakukan untuk mendapatkan Ridlo Allah SWT. Gambaran tentang Ibadah dalam
Al-Qur’an sangat luas jika kita bahas salah satunya seperti yang termuat dalam
rukun Islam yakni shalat, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa orang-orang mu’min
wajib mengerjakan shalat dan membayar zakat yaitu terdapat dalam Q.S.Al-Baqarah
[2] :110
واقيمواالصلوة
والزكاة وما تقدموالانفسكم من خير تجدواه عند الله, ان الله بما تعملوان بصير
Dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.(
Q.S.Al-Baqarah:110).
c)
Akhlaq
Akhlaq merupakan perilaku
dasar yang dimiliki oleh seluruh umat manusia,
akhlaq terdiri dari dua bentuk yaitu akhlaq baik dan akhlaq buruk. Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai
penyempurna Akhlaq bagi umat manusia supaya tunduk kepada Allah dan mengerjakan
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Salah satu ayat yang mengajarkan tentang Akhlaq terdapat pada surah
Al-Isra’[17] ayat ke-23 sebagai berikut :
وقضى ربك الا
تعبدوا الا اياه وبالوالدين احسانا, اما يبلغن عندك الكبر احدهما او كلاهما فلا تقل لهما اف ولا
تنهرهما وقل لهما قولا كريما
23. Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra’: 23(
d)
Hukum
Al-Qur’an banyak sekali
mengajarkan tentang hal yang berkaitan dengan hukum.Di dalamnya banyak memuat
hal-hal yang menganjurkan umat manusia yang beriman untuk menjalankan hukum
sesuai dengan ajaran islam. Pemberian hukuman hanya ditujukan kepada orang yang
benar-benar terbukti bersalah.
Ayat yang mendukungnya terdapat pada surah An-Nisa [4]
ayat ke-93 sebagai berikut :
ومن يقتل مؤمنا
متعمدا فجزاء ه جهنم خلدا فيها وغضب الله عليه ولعنه واعد له عذابا اليما
93.
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginyah. (Q.S.An-Nisa: 93)
e)
Tadzkir
(Peringatan)
Al-Qur’an berisi tentang
peringatan-peringatan dari Allah agar umat manusia senantiasa beribadah kepada
Allah. Allah SWT memberikan peringatan kepada seluruh umat Nabi Muhammad tentang
pedihnya siksa Neraka dan memberikan gambaran kepada mereka tentang nikmatnya
surga. Dalam Al-Qur’an gambaran yang menyenangkan disebut Targhib sedangkan
yang menyedihkan disebut Tarhib.
Allah memberikan salah satu peringatan kepada manusia dalam surah Ali
Imran [3] ayat ke-4 sebagai berikut :
من قبل هدى للناس وانزل الفرقان, ان اللذين كفروا بايت الله
لهم عذاب شديد, والله عزيز ذواانتقام
4. sebelum (Al Quran),
menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang
berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan.(Q.S.Ali Imran: 4)
f)
Sejarah
Al-Qur’an banyak sekali
menceritakan kehidupan di masa lampau. Banyak sejarah yang mengisahkan kejayaan
manusia yang senantiasa di jalan Allah dan tidak sedikt pula menceritakan
tentang kehancuran seseorang ataupun suatu kaum yang inkar terhadap-Nya.
Salah satu contoh bahwa Al-qur’an membahas sejarah yaitu terdapat dalam
surah Al-Isra [17] ayat ke-1 yang menceritakan tentang hijrahnya nabi Muhammad
SAW. Dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsha Sebagai berikut :
سبحان اللذي اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد
الاقصى اللذي بركنا حوله لنريه من اياتنا, انه هر السميع البصير
1.
Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S. Al-Isra: 1)
B. Studi Hadits
Kata hadits merupakan isim
(kata benda) yang secara bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan
atau komunikasi baik verbal maupun lewat tulisan. Bentuk
jamak dari hadits yang lebih populer di kalangan ulama muhadditsin adalah
ahadits, dibandingkan bentuk lainnya yaitu hutsdan atau hitsdan.
Masyarakat Arab di zaman Jahiliyyah telah
menggunakan kata hadits ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa
dilihat dari kebiasaan mereka untuk menyatakan “hari-hari mereka yang terkenal”
dengan sebutan ahadits.
Ada sejumlah ulama yang merasakan adanya
arti “baru” dalam kata hadits lalu mereka menggunakannya sebagai lawan
kata qodim (lama), dengan memaksudkan qodim sebagai Kitab Allah,
sedangkan yang “baru” ialah apa yang disandarkan kepada Nabi saw. Dalam Syarah
al-Bukhari, Syaikh Islam Ibnu Hajar berkata: “Yang dimaksud dengan hadits
menurut pengertian syara’ ialah apa yang disandarkan kepada Nabi saw. dan hal
itu seakan-akan sebagai bandingan al-Qur’an adalah qodim.
Di dalam al-Qur’an kata hadits
disebut sebanyak 28 kali dengan rincian 23 dalam bentuk mufrad dan 5 dalam
bentuk jamak (ahadits). Kata ini juga digunakan dalam kitab-kitab Hadits di
banyak tempat. Di dalam karyanya Studies in Hadith Methodology and
Literature, M.M. Azami, menguraikan pengertian
hadits secara lebih rinci. Menurutnya, kata hadits yang terdapat dalam
al-Qur’an maupun kitab-kitab Hadits secara literal mempunyai beberapa arti
sebagai berikut:
1. Komunikasi
religius, pesan, atau al-Qur’an, sebagaimana terdapat dalam QS. al-Zumar: 23
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ
الْحَدِيثِ كِتَابًا
Artinya: “Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an”
Juga dalam Hadits Nabi yang diriwiyatkan oleh al-Bukhari: “Sesungguhnya
sebaik-baik hadits (cerita) adalah Kitab Allah (al-Qur’an)”
2. Cerita
duniawi atau kejadian alam pada umumnya, seperti dalam al-Qur’an QS. al-An’am:
68:
وَإِذَا رَأَيْتَ
الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي
حَدِيثٍ غَيْرِهِ
Artinya: “Dan apabila kamu melihat orang-orang
memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka
membicarakan pembicaraan yang lain”.
Juga dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Bukhari: “Dan
orang-orang yang mendengar hadits (cerita) sedangkan mereka benci terhadapnya”
3. Cerita
Sejarah (historical stories) sebagaimana terdapat dalam QS. Taha: 9
وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى
Artinya: “Dan apakah telah sampai kepadamu kisah Musa”.
Dan juga terdapat dalam Hadits Nabi: “Ceritakanlah mengenai Bani Israil dan
tidak mengapa”
4. Rahasia
atau pecakapan yang masih hangat sebagaimana terdapat dalam QS. at-Tahrim: 3
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ
حَدِيثًا
Artinya: “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara
rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa”
Juga dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Tirmizy: “Apabila
seseorang mengungkapkan hadits (rahasia) kemudian kemudian dia mengembara maka
kata-katanya adalah suatu amanah”
Secara terminologi, ahli hadits dan ahli
ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama
hadits sendiri pada umumnya mendefinisikan hadist sebagai segala sabda,
perbuatan, taqrir (ketetapan), dan hal ikhwal yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad saw. Masuk ke dalam pengertian “hal
ikhwal” segala yang diriwayatkan dalam kitab-kita tarikh, seperti hal
kelahirannya, tempatnya, dan yang bersangkut paut dengan itu, baik sebelum
diutus maupun sesudah diutus. Berdasarkan definisi tersebut, maka bentuk-bentuk
Hadits dapat dibedakan sebagai berikut: 1. sabda, 2. perbuatan, 3. taqrir,
dan 4. hal ikhwal Nabi saw. Kalangan ulama Ushul mendefinisikan hadits sebagai
segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi saw. yang berkaitan dengan hukum.
Oleh karena itu, tidak masuk dalam kategori hadits sesuatu yang tidak
bersangkut paut dengan hukum seperti urusan pakaian.
Jika kita membuka Kitab-kitab Hadits, maka
akan segera kita dapatkan banyak riwayat yang tidak berkenaan dengan ucapan,
perbuatan, taqrir Nabi, melainkan berkenaan dengan sahabat-sahabat Nabi.
Bahkan ada beberapa riwayat yang berkenaan dengan tabi’in. Jalaluddin Rahmat
dalam artikelnya memberikan contoh tentang hal ini
melalui hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan an-Nasa’i yang berisi
tentang khutbah yang disampaikan oleh Marwan bin Hakam, juga tentang tangkisan
Abu Hurairah kepada orang-orang yang menyatakan bahwa dirinya terlalu banyak
meriwayatkan Hadits. Hal ini jelas menjadikan definisi hadits di atas tersebut
rancu.
Itulah sebabnya maka muncul istilah hadits
mauquf, dan hadits maqtu’, suatu istilah yang mengandung
kontradiksi terma, karena bukan hadits bila tidak berkenaan dengan Nabi.
Kenyataan ini kemudian mendorong sebagian ulama memperluas definisi hadits. Nur
al-Din ‘Itr misalnya, menganggap definisi hadits yang paling tepat adalah “apa
yang disandarkan kepada Nabi saw. berupa ucapan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat
fisik atau etik dan apa saja yang dinisbatkan kepada para sahabat dan tabi’in”.
Akan tetapi definisi ini kurang populer di kalangan Muhadditsin. Di samping itu, Hasbi As-Shiddieqy juga mengutip pendapat
At-Thiby yang berpendapat bahwa: “Hadits itu melengkapi sabda, perbuatan, dan taqrir
Nabi saw; melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir sahabat,
sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan, dan taqrir tabi’in.”
Dengan demikian, terbagilah hadits kepada sembilan bagian.
C.
Studi Hukum
Islam
1. Syari’ah
secara harfiah kata syari’ah
berasal dari kata syara’a – yasy’rau – syariatan yang berarti jalan keluar
tempat air untuk minum[1]. Pengertian lainya yang dikemukakan
dalam kitab Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafi’i, secara bahasa
Syari’ah adalah jalan lurus. Syariah dalam arti istilah adalah hukum-hukum dan
aturan-aturan yang disampaikan Allah kepada hamba-hambanya [2] dengan demikian syariah dalam
pengertian ini adalah wahyu Allah, baik dalam pengertian wahyu al-Matluww
(Al-Qur’an), maupun al-Wahyu gair matluw (Sunnah).
Syariah dalam literatur hukum Islam ada tiga pengertian :
- Syari’ah dalam arti sebagai hukum yang dapat berubah sepanjang masa.
- Syari’ah dalam arti sebagai hukum Islam baik yang tidak dapat berubah sepanjang masa maupun yang dapat berubah.
- Syari’ah dalam pengertian hukum yang digali (berdasarkan atas apa yang disebut Istinbat ) dari Al–Qur’an dan Sunnah.[3]
2. Fiqh
Fiqh secara bahasa berarti fahm yang bermakna
mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik. Menurut pengertian isthilahnya
Abu Hanifah memberikan pengertian (Ma’rifatu nafsi ma laha wa ma alaiha)
mengetahui sesuatu padanya dan apa apa yang bersamanya yaitu mengetahui
sesuatu dengan dalil yang ada. Pengertian yang Abu Hanifah kemukakan ini
umum yang mencakup keseluruh aspek seperti Aqidah dengan wajibnya
beriman atau Akhlak dan juga Tasawuf.[4] Pengertian fiqh
secara istilah yang paling terkenal adalah pengertian fiqh menurut Imam Syafi’i
yaitu pengetahuan tentang syari’ah ; pengetahuan tentang hukum-hukum perbuatan
mukallaf berdasarkan dalil yang terperinci.
Berdasarkan dengan perkembangan hukum Islam ke berbagai
belahan Dunia, term fiqh berkembang hingga digunakan untuk nama-nama bagi
sekelompok hukum-hukum yang bersipat praktis. Dalam peraturan perundang-undangan
Islam dan sistem hukum Islam kata fiqh ini diartikan dengan hukum yang dibentuk
berdasarkan syariah, yaitu hukum-hukum yang penggaliannya memerlukan renungan
yang mendalam, pemahaman atau pengetahuan dan juga Ijtihad[5]. Dalam kajian studi Hukum Islam ini
arti fiqh yang dimaksudkan adalah arti fiqh dalam pengertian yang diberikan
oleh Imam Syafi’i yang lebih mengkhususkan artian fiqh kepada aturan-aturan
mengenai perbuatan mukallaf.
3. Usul al-Fiqh
Usul Fiqh terdiri dari dua kata usul jamak dari asl
yang berarti dasar atau sesuatu yang dengannya dapat dibina atau dibentuk
sesuatu, dan kata fiqh yang berarti pemahaman yang mendalam. Menurut Istilah,
Pengertian usul fiqh adalah ilmu tentang kaedah kaedah dan pembahasan
yang mengantarkan kepada lahirnya hukum-hukum syariah yang bersifat amaliah
yang diambil dari dalil-alil yang terperinci[6]. Dengan demikian usul al-fiqh
adalah ilmu tyang digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang maksud syariah.
Dengan kata lain usul al-fiqh adalah sistem (metodologi) dari ilmu fiqh.
4. Madzhab
Pengertian mazhab secara bahasa berarti “tempat untuk pergi”
yaitu jalan, sedangkan pengertian mazhab secara istilah adalah: pendapat
seorang tokoh fiqh tentang hukum dalam masalah ijtihadiyah.Secara lebih lengkap
mazhab adalah: faham atau aliran hukum dalam Islam yang terbentuk berdasarkan
ijtihad seorang mujtahid dalam usahanya memahami dan menggali hukum-hukum dari
sumber Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
5. Fatwa
Fatwa artinya petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang
berkaitan dengan hukum. Dalam istilah fiqh, fatwa berarti pendapat yang
dikemukakan oleh seorang mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang diajukan
peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat.
Pihak yang meminta fatwa bisa pribadi atau lembaga maupun
kelompok masyarakat. Fatwa yang dikemukakan mujtahid tersebut tidak bersifat
mengikat atau mesti diikuti oleh si peminta fatwa dan oleh karenanya fatwa ini
tidak mempunyai daya ikat. Pihak yang memberi fatwa dalam istilah fiqh disebut
dengan Mufti, sedangkan pihak yang meminta fatwa disebut mustafti[9].
6. Qaul
Kata Qaul secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata
kerja Qala-Yaqulu. Kata Qaul dapat bermakna kata yang tersusun lisan,
baik sempurna maupun tidak.10kiranya secara simpel Qaul dapat
diartikan sebagai ujaran, ucapan, perkataan. Dalam istilah fiqh kata Qaul
dinisbatkan kepada imam atau pemimpin suatu mazhab atau ulama fiqh yaitu berupa
perkataan maupun ucapan daripada imam fiqh tersebut. Istilah ini juga dikenal
dalam fiqh Imam Syafi’i, yaitu Qaul Qadim dengan Jadid. Qaul
Qadim adalah pendapat beliau ketika berada di Irak, sedangakan Qaul
Jadid adalah pendapat beliau ketika berada di Mesir.11
D.
Studi
Sejarah Islam
Pusat
Keunggulan Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a.
Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
Hampir semua
ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam
ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan seminar
tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 –
20 Maret 1963, yaitu:
- Islam untuk
pertama kalinya telah masuk ke Indonesia
pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
- Daerah yang
pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan
Islam yang pertama adalah di Pasai.
- Dalam proses
pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil
peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
- Keterangan
Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi
dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah,
2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a. Perdagangan,
yang mempergunakan sarana pelayaran
b. Dakwah, yang
dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh
itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia, yang
menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat
muslim.
d. Pendidikan.
Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran
Islam.
e. Kesenian.
Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah
seni.
Bentuk agama
Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke
Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India,
dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan
Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh
sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi
juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.
Ada dua faktor penting
yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1. Letaknya sangat
strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
2. Pengaruh
Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat
dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa,
Abdullah, 1999: 53)
Sedangkan
Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang
menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001:
19-20), antara lain:
- Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
- Sedikit tugas dan kewajiban Islam
- Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
- Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
- Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi
massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena
beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
- Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
- Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
- Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
- Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
- Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
- Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
- Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui
faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh
Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas
negeri ini.
KESIMPULAN
Dapat kami
simpulkan tentang karakteristik Agama Islam ialah menyangkut segala aspek yang
berkaitan dengan islam, diantaranya:
a. Studi Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan
bahasa Arab yang dalam ilmu nahwu dikenal dengan mashdar (kata benda) dari kata
kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau
bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi).
b. Studi
Hadits
Kata hadits merupakan isim (kata
benda) yang secara bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan atau
komunikasi baik verbal maupun lewat tulisan. Bentuk jamak dari hadits
yang lebih populer di kalangan ulama muhadditsin adalah ahadits,
dibandingkan bentuk lainnya yaitu hutsdan atau hitsdan.
Masyarakat Arab di zaman Jahiliyyah telah menggunakan kata hadits
ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa dilihat dari kebiasaan mereka
untuk menyatakan “hari-hari mereka yang terkenal” dengan sebutan ahadits.
c. Studi
Agama Islam
a.
Sya’riah
b.
Fiqih
c.
Ushul Fiqih
d.
Madzhab
e.
Fatwa
f.
Qoul
d. Studi
Sejarah Islam
Pusat
Keunggulan Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
b.
Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaradhawi, Yusuf. 1997. Fiqih
Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan. (terj). (Surabaya:
Dunia Ilmu)
Ali anwar Yusuf, Study Agama Islam
untuk Perguruan Tinggi Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2003.
Khoiruddin Nasution, Pengantar Study
Islam, Yogyakarta : Academia, 2009.
Rosihan Anwar dkk, Pengantar Study
Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2009.
M. Atho’ Mudzhar, Pendekatan Study
Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.
Izin copas ya kak. Syukron
BalasHapus