Laman

Rabu, 05 Februari 2014

OPINI-Perlunya Pendidikan Karakter



PERLUNYA PENDIDIKAN KARAKTER
OLEH: Ach. MUzayyin*

Pendidikan karakter sangatlah dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, selain untuk membendung keakalan dan moralitas pelajar atau remaja. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan generasi emas yang karakteristiknya sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai agama. Maraknya tawuran dan kriminalitas yang di lakukan oleh kalangan remaja khususnya pelajar (SMP, SMU dan PT), telah membuat orang tua, pendidik, masyarakat dan pemerintah resah dan gelisah. Ironisnya, selain tawuran ternyata banyak remaja yang terlena dengan pergaulan bebas, mengkonsumsi narkoba, narkotika dan minuman keras sudah menjadi kebutuhan pokok sehari-hari. Parahnya lagi banyak gadis diusia sekolah (SMP, SMU dan PT) yang menjadi Pekerja Sex Komersial (PSK), bahkan pelecehan seksual terhadap pelajar dibawah umur yang dilakukan oleh guru terah marak diberitakan dimedia massa maupun media elektronik dan prostitusi diberbagai tempat di Indonesia. Mereka menjadi pemuas lelaki hidung belang, hanya karena mereka ingin menghidupi diri sendiri, keluarga dan tetap melanjutkan sekolah. Siangnya mereka belajar sebagaimana pelajar lainnya, malam harinya mereka menjadi kupu-kupu malam yang menjajakan dan menjual tubuh dan kehormatannya. Agama dan aqidah telah mereka jual demi mempertahankan hidup dan sekolahnya, Naudzubillah.
Semakin maju dan berkembangnya technologi komunikasi bukannya menambah kualitas dan kuantitas hidup menjadi lebih baik dan lebih taat kepada agama. Tetapi, malah menjadi moralitas remaja kian terpuruk dan rusak. Lalu siapakah yang paling bertanggungjawab atas rusaknya moralitas remaja?. Apakah mereka yang salah atau orang-orang disekitar mereka?. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) bahwa selama tahun 2012 tawuran antar pelajar telah mengakibatkan 82 pelajar meninggal. Hal ini, lebih banyak dari pada tahun 2011. Maka yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan moral, karakter dan akhlak remaja agar menjadi remaja yang baik dan berbakti pada agama, nusa dan bangsa, ialah:
Pertama, Pendidikan in-Formal yaitu keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam merawat, mendidik dan membimbing anak-anaknya. Dan yang paling banyak berperan dalam merawat dan mendidik anak pada sebuah keluarga adalah seorang ibu daripada seorang ayah. Maka, ”ibu adalah sekolah yang utama”. Oleh karena itu, sebagai sekolah yang utama dan pertama seorang ibu harus memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Merawat dan mendidik agar anak-anaknya kelak menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Ibu mempunyai andil yang sangat besar bagi anak-anaknya dalam bidang apapun, baik itu akhlak, iman, moral, jasmani dan sosial. Apabila seorang ibu tidak bisa mendidik anaknya dengan baik, maka anak itu kelak akan menjadi anak yang durhaka terhadap orang tuanya dan bejat serta mempunyai prilaku atau moral yang tidak baik bagi diri sendiri dan sesama. Tetapi apabila seorang ibu mendidik anaknya dengan baik dan penuh kasih sayang, maka kelak anak itu menjadi anak yang berbakti dan berbudi luhur, karena masa depan anak ialah tergantung pada sejauh mana orang tua mendidik dan membimbingnya.
Kedua, Pendidikan Formal yaitu lembaga pendidikan atau sekolah. Dimana anak didik diajari, digodok agar menjadi pintar, sukses, ahli dan mapan dalam segala bidang ilmu pengetahuan, serta menjadi pribadi yang baik bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Peran guru menjadi kunci utama dan panutan pertama bagi anak didik, ucapan dan tingkah laku guru betul-betul dicermati dan diperhatikan bahkan langsung direalisasikan oleh anak didik. Maka, guru bukan hanya sekedar bertugas menyampaikan pelajaran (transfer of knowlegde), bukan hanya memberi pemahaman kepada anak didik, tanpa melakukan evaluasi baik dibidang materi yang diajarkan ataupun prilaku (moralitas). Tetapi, guru sebagai panutan yang digugu dan ditiru harus memberi dan menjadi contoh tauladan yang baik sesuai dengan nilai-nilai agama (transfer of Value) bagi anak didik, baik dari segi moral ataupun non-moral.
Guru adalah cermin bagi anak didik, oleh karena itu, guru harus menjadi cermin yang bersih, baik dan berusaha untuk tidak terkena debu-debu kotor dan hina. Jangan sampai guru melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai agama, sosial dan etika. Seperti berbuat hal-hal negatif didepan anak didik, lebih-lebih anak didiknya yang menjadi objek utamanya. Merebaknya kasus asusila atau pencabulan yang dilakukan oleh guru kepada anak didiknya sendiri, dan membawa kabur anak didik. Semua ini, telah menjadi perbincangan hangat dan aktual setiap hari dimedia elektronik maupun dimedia cetak. Jasa guru tercoreng oleh segelintir guru yang tidak berperikemanusiaan. Bahkan sekolah dijadikan ladang kemaksiatan untuk memenuhi kebiadaban nafsu bejat sang guru. Maka, jangan salahkan anak didik jika moralitas mereka salah dan keliru. Tapi, gurulah yang harus bertanggungjawab terhadap semua ini, “Guru kencing berdiri, maka murid kencing sambil lari”. Maka, guru bukan hanya memberi contoh hal-hal positif dan baik saja, tapi juga harus menjadi contoh.
Ketiga, Pendidikan non-formal yaitu masyarakat atau lingkungan, sebagai makhluk sosial (Zoon Politicon) remaja tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat. Maka, masyarakat harus menjadi kontrol dan contoh yang baik bagi para remaja. Masyarakat jangan segan-segan untuk menegur remaja yang melanggar norma sosial, terutama norma agama. Harus ekstra hati-hati dalam bertindak dan berprilaku, karena tindakan dan prilaku masyarakat juga akan mempengaruhi pikiran dan prilaku remaja. Demikian juga, remaja jangan sepenuhnya pasrah terhadap lingkungan atau keadaan masyarakat. Lingkungan yang tidak baik dan jauh dari nila-nilai agama dan etika sosial harus diperbaiki sesuai dengan tuntunan agama dan bangsa.
Remaja sebagai pemegang estafed nusa, bangsa dan agama harus menjadi generasi dan contoh yang baik dan positif. Maka, untuk menciptakan generasi yang berkualitas kerjasama yang baik dan konsisten menjadi syarat utama mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Orang tua tidak hanya mengontrol anaknya di dalam keluarga saja, sekolah juga tidak cukup mengontrol anak didiknya disekolah saja, demikian juga masyarakat harus menjadi kontrol yang baik. Pemerintah juga harus menjaga, mengawasi dan menjadi kontrol yang baik bagi para pelajar dan pemuda. Jangan sampai program pemerintah tentang Pendidikan Karakter hanya menjadi isapan jempol belaka, tanpa melahirkan pemuda atau penerus bangsa yang berakhlak mulia dan taat beragama serta berjiwa luhur sesuai dengan norma pancasila. Maka untuk menciptakan generasi emas dan baik, taat beragama, serta berbudi luhur, perlu adanya kesinambungan dan berkelanjutan dalam mengawasi, mengajarkan, mendidik dan membimbing para pelajar dan remaja dimanapun dan kapanpun. Orang tua, para guru, masyarakat, dan pemerintah harus merealiasasikan dan meng-implementasi-kan prilaku dan perbuatan baik agar para pelajar dan remaja juga merealiasasikan dan meng-implementasi-kannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karena, “Air yang jernih hanya mengalir dari aliran air yang jernih”. Jika semua lini telah bersatu padu untuk menciptakan generasi yang lebih baik, maka moralitas dan karakteristik pelajar akan menjadi positif dan perubahan besar akan terjadi dan betul-betul menjadi kenyataan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar