Laman

Jumat, 07 Februari 2014

Semester II-Resume Tafsir Ijmali,

Nama        : Robiatul Adawiyah
NPM         : 2012.00.01.0.0003
Fakultas   : Agama Islam
Jurusan    : Tarbiyah
TAFSIR IJMALI
1.    Pengertian Tafsir Ijmali
Secara lughawi, kata al-Ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlah. Sehingga yang dimaksud dengan metode Ijmali adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengemukakan kandungannya secara ringkas dan  meyeluruh, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca.
Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur’an, kita akan menemukan bahwa Nabi dan para sabahat menafsirkan al-Qur’an secara ijmali, dalam artian tidak memberikan penafsiran secara rinci dan panjang lebar, akan tetapi secara ringkas. Oleh karena itu dalam tafsiran mereka pada umumnya sukar menemukan uraian yang detail. Maka, banyak berpendapat bahwa metode ijmali adalah metode penafsiran yang paling awal muncul.
Ketika menggunakan metode Ijmali, seorang mufasir hanya perlu menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas, penyajiannya pun tak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, seakan-akan pembacanya masih tetap mendengar al-Qur’an, padahal yang didengarnya adalah tafsirannya. Namun, pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas, tapi tidak sampai pada wilayah tafsir tahlili (analitis).
Dengan kata lain, pembahasan tafsir ijmali hanya meliputi beberapa aspek dan dalam bahasa yang sangat singkat. Termasuk dalam karya tafsir yang menggunakan metode ini adalah Tafsir al-Farid li al-Qur’an al-Madjid karya Muhammad ‘Abd al-Mun’im yang hanya mengedapankan arti kata-kata (al-mufradah), sabab an-nuzul dan penjelasan singkatnya. Begitu juga tafsir Jalalain karya Jalal ad-Din as-Suyuti dan Jalal ad-Din al-Mahally, serta Fath al-Bayan fi Maqashid al-Qur’an karya Shiddiq Hasan Khan.
Kitab yang terakhir disebut ini oleh Abd Muhyi Ali Mahfuz disebut-sebut sebagai salah satu kitab yang pantas dijuluki “mutiara yang tiada bandingnya” karena isinya terlepas dari kisah-kisah israiliyat, perdebatan mazhab fiqih, dan perbantahan kalam (teolog). Hal ini disebabkan pengarangnya lebih berkosentrasi menerangkan makna seluruh ayat dengan bahasa dan ungkapan yang mudah dipahami.[1]&[2]
2.        Metode Tafsir Ijmali
Secara definitif, metode ijmali (global) ialah mencoba menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup (global).[3] Metode ini mengulas setiap ayat al-Qur’an dengan sangat sederhana, tanpa ada upaya untuk memberikan pengkayaan dengan wawasan yang lain, sehingga pembahasan yang dilakukan hanya menekankan pada pemahaman yang ringkas dan bersifat global.
Dalam metode ini, mufasir berupaya untuk menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan uraian singkat dan mudah dipahami oleh pembaca dalam semua tingkatan, baik tingkatan orang yang memiliki pengetahuan yang ala kadarnya sampai pada orang yang berpengetahuan luas.[4]
Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat hanya sekedar ditafsirkan dan tidak diletakkan sebagai obyek yang harus dianalisa secara tajam dan berwawasan luas, sehingga masih menyiasakan sesuatu yang dangkal, karena penyajian yang dilakukan tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, sehingga membaca tafsir yang dihasilkan dengan memakai metode ijmali, layaknya membaca ayat al-Qur’an.[5] Uraian yang singkat dan padat membuat tafsir dengan metode ijmali tidak jauh beda dengan ayat yang ditafsirkan.
3.        Mekanisme Penafsiran
Proses penafsiran dengan menggunakan metode ijmali sebenarnya tidak jauh beda dengan metode-metode yang lain, terutama dengan metode tahlili( analitis). Mekanisme penafsiran dengan metode ijmali dilakukan dengan cara menguraikan ayat demi ayat ayat serta surat demi surat yang ada dalam al-Qur’an secara sistematis. Semua ayat ditafsirkan secara berurutan dari awal sampai akhir secara ringkas dan padat dan bersifat umum. Uraian yang dilakukan dalam metode ini mencakup beberapa aspek uraian terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain :
1. Mengartikan setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak jauh menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.
2. Menjelaskan konotasi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.
3. Menyebutkan latar belakang turunnya (azbabun nuzul) ayat yang ditafsirkan, walaupun tidak semua ayat disertai dengan azbabun nuzul. Azbabun nuzul ini dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat yang ditafsirkan. Azbabun nuzul menjadi sangat urgen, karena dalam azbabun nuzul mencakup beberap hal : (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu.[6]
4. Memberikan penjelasan dengan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in maupun tokoh tafsir.[7]
4.        Ciri Metode Ijmali
Metode ijmali berbeda jauh dengan metode komparatif maupun metode tematik. Kedua metode tersebut lebih populer di kalangan dunia tafsir, sementara metode ijmali tidak sepopuler kedua metode tersebut. Ciri khas metode ijmali, antara lain:
Petama, mufasir langsung menafsirkan setiap ayat dari awal sampai akhir, tanpa memasukkan upaya perbandingan dan tidak disertai dengan penetapan judul, seperti yang terjadi pada metode komparatif (muqaran) dan metode maudhu’i (tematik).
Kedua, penafsiran yang sangat ringkas dan bersifat umum, membuat metode ini lebih sanat tertutup bagi munculnya ide-ide yang lain selain sang mufasir untuk memperkawa wawasan penafsiran. Oleh karena itu, tafsir ijmali dilakukan secara rinci, tetapi ringkas, sehingga membaca tafsir dengan metode ini mengesankan persis sama dengan membaca al-Qur’an.[8]
Ketiga, dalam tafsir-tafsir ijmali tidak semua ayat ditafsirkan dengan penjelasan yang ringkas, terdapat beberapa ayat tertentu (sangat terbatas) yang ditafsirkan agak luas, tetapi tidak sampai mengarah pada penafsiran yang bersifat analitis.[9] Artinya, walaupun ada beberapa ayat yang ditafsirkan agak panjang, hanya sebatas penjelasan yang tidak analitis dan tidak komparatif.
4.  Tujuan dan Target
Metode ijmali yang dipakai oleh para mufasir memang sangat mudah untuk dibaca karena tidak mengandalkan pendekatan analitis, tetapi dilakukan dengan pola tafsir yang mudah dan tidak berbelit-belit, walaupun masih menyisakan sesuatu yang harus ditelaah ulang. Metode ijmali memiliki tujuan dan target bahwa pembaca harus bisa memahami kandungan pokok al-Qur’an sebagai kitab suci yang memberikan petunjuk hidup.[10]
5.    Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Ijmali
            Adapun kelebihannya:
1.      Jelas  dan Mudah di pahami.
Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan penafsiran yang dalam menafsirkan suatu ayat tidak terbelit-belit, ringkas, jelas  dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh pembaca.
2.      Bebas dari penafsiran Israiliyat.
Peluang masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran ini dapatdihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali ditemukan. Hal ini disebabkan uraiannya yang singkat hanya mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas dan padat.
3.      Akrab dengan bahasa Alquran
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak dijumpainya penafsiran ayat-ayat Alquran yang keluar dari kosa kata ayat tersebut. Metode ini lebih mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang bersangkutan, sehingga bagi pembacanya merasa dirinya sedang membaca Alquran dan bukan membaca suatu tafsir.
          Adapun kelemahannya:
1.      Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak utuh.
Penafsiran yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran tersebut tidak utuh dan terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut Subhi As-Shaleh  mempunyai keistimewaan dalam hal kecermatan dan cakupannya yang menyeluruh. Setiap kita menemukan ayat yang bersifat umum yang memerlukan makna lebih lanjut, kita pasti menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat membatasi maupun memperjelas secara rinci.[11]
2.      Penafsiran dangkal atau tidak mendalam.
Metode tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang mendalam dan  memuaskan pembacanya berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang harus disadari para mufassir yang akan menggunakan metode ijmali ini. Akan tetapi, kelemahan yang dimaksud di sini  tidaklah bersifat negatif melainkan hanyalah merupakan karakteristik atau ciri-ciri metode penafsiran ini.

6.    Kesimpulan
·         Metode Ijmali merupakan metode tafsir yang menjelaskan makna ayat al Quran secara ringkas dan mudah dipahami oleh semua pembaca.
·         Produk dari tafsir yang menggunakan metode ini lebih familiar dan sangat membantu bagi para pembaca pemula yang sedang dalam proses memahami kandungan dan makna al Quran
·         metode tafsir ijmali memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun bukan berarti kekurangan itu merupakan sesuatu yang negative, akan tetapi menjadi bahan evaluasi dan lebih bijak serta kewaspadaan dalam memakai metode tersebut sehingga tidak terjebak pada penafsiran yang sempit dan keliru.






[1] A. Jamrah, Metode Tafsir Maudhu’iy: Sebuah Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
[2] Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1994.
[3] Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an (Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2002),hlm. 67

[4] Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung, Pustaka Setia, 2008), hlm. 159

[5] Ibid. hlm. 13
[6] Lihat. Qurays Shihab, “Membumikan Al-Qur’an” : Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung, Mizan, 2006), hlm. 89
[7] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 68-69
[8] Nashruddin Baidan, loc.cit. hlm. 13-14
[9] Ibid. hlm. 14
[10] Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama : Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta, Paramadina, 1996), hlm. 192
[11] Subhi As-Shalih, Mabahis Fi Ulumil Qur’an, terj.  Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th.), h.  299.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar