Nama : Ach. Muzayyin
NPM :
2012.00.01.0.0040
Fakultas : Agama Islam
Jurusan : Tarbiyah
TAFSIR
MUQARIN
A.
Pengertian
Tafsir Muqarin
Secara etimologis kata muqarin
adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qarana,
maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapat dikatakan tafsir muqarin
adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan
sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan
antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadits, atau antara pendapat
ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang
dibandingkan.[1]
Muhammad
Amin Suma memberikan defenisi Tafsir Al-Muqarin ialah tafsir yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan
ayat-ayat alquran yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama,
atau antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya
berbeda.
Dari defenisi diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa Tafsir Al-Muqarin
membahas tentang penjelasan dan perbandingan antara ayat-ayat yang mempunyai
redaksi berbeda tetapi mempunyai maksud yang sama, atau ayat-ayat yang
mempunyai redaksi yang mirip tapi maksudnya berbeda. Penafsiran ini dapat juga
dikategorikan dengan penafsiran bi al-ma’sur dan penafsiran bi ar-ra’y.
B. Metode Tafsir Al-Muqarin
Metode muqarin adalah
suatu metode tafsir alquran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat
al-quran yang satu dengan lainnya, atau membandingkan ayat-ayat alquran dengan
hadis-hadis nabi Muhammad saw. yang tampak bertentangan, serta membandingkan
pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran alquran.
Dari berbagai literarur
yang ada, pengertian metode Muqarin dapat dirangkumkan dalam beberapa pemahaman
:
(1). Metode yang
membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, atau memiliki redaksi yang
berbeda bagi suatu kasus yang sama.
Contoh penafsiran
dengan cara membandingkan ayat-ayat alquran yang memiliki redaksi berbeda tapi
maksudnya sama. Firman Allah swt.
ولا
تقتلوا اولادكم من املاق نحن نرزقكم واياهم
Artinya: “janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, kami yang akan memberi rezeki
kepada kamu dan kepada mereka”
(Al-An’am: 151)
(Al-An’am: 151)
ولا
تقتلوا اولادكم خشية املاق نحن نرزقهم وايا كم
Artinya: “janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, kami yang akan memberi rezeki
kepada mereka dan kepada kamu”
(Al-Isra’: 31).
(Al-Isra’: 31).
Kedua ayat di atas
menggunakan redaksi yang berbeda padahal maksudnya sama yakni sama-sama
mengharamkan pembunuhan anak. Hanya saja sasarannya berbeda. Yang pertama,
al-An’am: 151 khitab ditujukan kepada orang miskin atau fuqara; sedangkan ayat
kedua al-Isra’: 31, arah pembicaraannya lebih ditujukan kepada orang-orang
kaya. Dengan mendahulukan damir mukhatab (نرزقكم) dari damir ghaib (اياهم) memberikan
pemahaman tentang khitab atau sasarannya adalah orang miskin, sedangkan
mendahulukan damir gaib (نرزقهم) dari damir mukhatab (اياكم) memberikan penafsiran bahwa sasarannya
adalah orang kaya.
(2). Membandingkan ayat
Al Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat adanya pertentangan.
Contoh penafsiran
dengan cara membandingkan ayat alquran dengan Hadis yang terkesan bertentangan
padahal tidak. Sebagaiman terdapat dalam surah an-Nahl: 32 dengan Hadis riwayat
Tirmizi.
ادخلوا
الجنة بما كنتم تعملون
Artinya: “Masuklah kamu
kedalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S an-Nahl: 32)
لن
يدخل احدكم الجنة بعمله (رواه الترميذى)
Artinya: “tidak akan
masuk seseorangpun diantara kamu ke dalam surga disebabkan perbuatannya.” (H.R.
Tirmizi)
Antara ayat dengan
Hadis terkesan ada pertentangan. Untuk menghilangkan pertentangan itu,
al-Zarkasyi mengajukan dua cara.
Pertama, dengan
menganut pengertian harfiah Hadis, yaitu bahwa orang-orang tidak masuk surga
karena amal perbuatannya, akan tetapi karena rahmat dan ampunan tuhan. Akan
tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya, amal perbuatan
manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan kata lain
posisi seseorang dalam surga ditentukan perbuatannya .
Kedua, dengan
menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda konotasinya dengan yang
ada pada Hadis tersebut. Pada ayat berarti imbalan sedangkan pada hadis berarti
sebab.
(3). Membandingkan
berbagai pendapat ulama tafasir dalam menafsirkan Al Qur’an. Adapun tujuan
penafsiran Al Qur’an secara Muqarin adalah untuk membuktikan bahwa antara ayat
Al Qur’an satu dengan yang lainnya, antara ayat Al Qur’an dengan matan suatu
hadits tidak terjadi pertentangan.
افتطمعون
ان يؤمنوا لكم وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الله ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم
يعلمون
Artinya: “apakah kamu
masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka
mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memaaminya,
sedang mereka mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 75)
Penafsiran para
mufassir tentang cara nabi Musa as berkata-kata dengan Allah swt.
(وكلم الله موسى تكليما)
A. Tafsir
al-Qurtubi
انه
سمع كلاما ليس بحروف واصوات، وليس فيه تقطيع ولا نفس
Artinya:Bahwa Nabi Musa
as. mendengar suatu perkataan yang tanpa berhuruf dan bersuara, tanpa
terputus-putus dan tanpa satu nafas.
B. Tafsir
at-Tabari
وكلم
الله موسى تكليما اى خاطب الله بكلامه موسى خطابا، وكلم موسى، كلمه بالالسنة،فجعله
يقول : يارب لا افهم !
حتى كلمه بلسانه آخر الألسنة
Artinya: Allah swt.
Berdialog yang perkataannya kepada nabi Musa as. dengan satu dialog, dan
berkata-kata kepada Musa as, perkataannya dengan ucapan (bahasa) Allah swt,
sehingga menjadikan nabi Musa bertanya kepada Allah: wahai tuhanku Aku tidak
paham! Sehingga Allah swt berkata-kata dengan nabi Musa as. dengan
ucapannya(yang dipahami nabi Musa) yang lain dari ucapan (bahasa)Allah swt.
C. Tafsir
al-Munir
وكلم
الله موسى تكليما اى كلمه على التدريج شيئا فشيئا بحسب المصالح بغير واسطة اى ازال
الله عنه الحجاب حتى يسمع معنى القائم بذاته تعالى.
Artinya: Allah
berkata-kata dengan nabi Musa maksudnya Ia berkata-kata dengannya dengan cara
berangsur-angsur sedikit demi sedikit memandang maslahat, tanpa ada perantara
yaitu Allah menghilangkan penghalang darinya sehingga dia mendengar pengertian
yang ada pada zat Allah swt.
C.
Ciri-ciri
Metode Muqarin (perbandingan/komparatif)
Dilihat dari aspek
sasaran (objek) bahasan terdapat tiga aspek yang dikaji dalam perbandingan,
yaitu :
A. Perbandingan
ayat dengan ayat[2]
Perbandingan dalam aspek ini dapat
dilakukan pada semua ayat, baik itu pemakaian mufradat, urutan kata
maupun kemiripan redaksi, semua hal ini dapat dibandingkan. Jika yang akan
dibandingkan itu memiliki kemiripan redaksi, maka langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
1)
Mengidentifikasi dan mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang redaksinya
bermiripan, sehingga dapat diketahui mana ayat yang mirip dan mana ayat yang
tidak mirip.
2)
Memperbandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripan, memperbincangkan
satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam suatu redaksi yang
sama.
3)
menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang berbeda
dalam menggunakan kata dan susunan dalam ayat.
4) Memperbandingkan
antara berbagai pendapat para mufasir tentang ayat yang dijadikan objek
bahasan.[3]
B. Perbandingan ayat
dengan hadits.4
Perbandingan penafsiran
dalam aspek ini terutama yang dilakukan adalah terhadap ayat-ayat Al Qur’an
yang tampak pada lahirnya bertentangan dengan hadits-hadits Nabi yang diyakini
Shahih, hadits-hadits yang dinyatakan dhoif tidak perlu dibandingkan dengan Al
Qur’an, karena level dan kondisi keduanya tidak seimbang. Hanya hadits yang
shahih saja yang akan dikaji dalam aspek ini apabila ingin dibandingkan dengan
ayat-ayat Al Qur’an. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Menghimpun
ayat-ayat yang pada lahirnya tampak bertentangan dengan hadits-hadits Nabi,
baik ayat-ayat tersebut mempunyai kemiripan redaksi dengan ayat-ayat lain atau
tidak.
2) Membandingkan
dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua teks ayat dan hadits
3) Membandingkan
antara berbagai pendapat para ’ulama tasir dalam menafsirkan ayat dan hadits.
C.
Perbandingan pendapat para Mufasir
Apabila yang dijadikan objek pembahasan
perbandingan adalah pendapat para ’ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat,
maka metodenya adalah :
1) Menghimpun sejumlah
ayat-ayat yang hendak dijadikan objek studi tanpa menoleh terhadap redaksinya
itu mempunyai kemiripan atau tidak.
2) Melacak berbagai pendapat
’ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
3) Membandingkan
pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas
dan pola berpikir dari masing-masing mufasir serta
kecenderungan-kecenderungan dan aliran-aliran yang mereka anut.
D. Kitab-kitab Tafsir Al-Muqarin
Kitab-kitab tafsir yang
menggunakan metode tafsir al-muqarin sangat langka tidak seperti kitab-kitab
lainnya, diantara kitab tafsir al-muqarin adalah:
1) Durrat at-Tanzil wa Qurrat at-Ta’wil
(mutiara at-Tanzil dan Kesejukan at-Ta’wil), karya al-Khatib al-Iskafi (w. 420
H / 1029 M)
2) Al-Burhan fi Taujih Mutasyabih
al-Quran (Bukti Kebenaran dalam Pengarahan Ayat-ayat Mutasyabih al-Quran),
karya Taj al-Qarra’ al-Kirmani (w. 505 H / 1111 M)
3) Al-Jami’ li Ahkam al-Quran (Himpunan
Hukum-hukum al-Quran), karya al-Qurtubi (w. 671 H)
E.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Al-Muqarin
Tafsir dengan metode muqarin
(perbandingan) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Namun apapun yang
terjadi, metode ini menjadi amat penting tatkala para mufasir hendak
mengembangkan pemikirannya dalam menafsirkan Al Qur’an dengan cara yang
rasional dan objektif, sehingga kita mendapatkan gambaran yang komprehensif
berkenaan dengal latar belakang lahirnya suatu penafsiran dan sekaligus dapat
dijadikan perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penafsiran Al Qur’an
pada periode-periode selanjutnya.
Adapun kelebihan metode
muqarin adalah sebagai berikut :
1)
Memberikan wawasan yang luas
2) Membuka
diri untuk selalu bersikap toleran
3) Dapat
mengetahui berbagai penafsiran
4) Membuat
mufasir lebih berhati-hati
Sedangkan kekurangan dari metode muqarin
adalah sebagai berikut :
1) Tidak
cocok untuk pemula
2) Kurang
tepat untuk memecahkan masalah kontemporer
3)
Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufasir
REFERENSI
·
Baidan, Nashruddin. Metodologi
Penafsiran Alquran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar cet.II 2000.
·
Ali bin Ahmad al-Wahidiy. Murah Labid
Tafsir an-Nawawi at-Tafsir al-Munir. Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah
t.t.
·
Abdul Hafif Dasuqi dkk, Al-quran al-Karim
dan terjemahan. Majma’ al-Malik Fahd li Tiba’at al-Mushaf al-Syarif. 1418 H.
·
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, MA.
Pengantar Ilmu Tafir. PUSTAKA SETIA Cetakan:2006.
LegalBet | Bet with Real money | Best odds | Betting 바카라사이트 바카라사이트 12bet 12bet クイーンカジノ クイーンカジノ 다파벳 다파벳 jeetwin jeetwin 79 Juego Beachclub - Toto - Toto - Toto - Yggdrasil
BalasHapus